Pages

Sunday, October 29, 2006

Badan Fit Berkat Bekatul

Sejak mesin penggiling menggantikan alu dan lesung penumbuk padi,
bekatul identik sebagai bahan pakan ternak, bukan bahan pangan kita. Padahal
di dalamnya terdapat banyak zat gizi penting, mulai dari serat,
protein, lemak "baik", hingga vitamin. Pengalaman para pemakai maupun
penelitian ilmiah telah membuktikan manfaatnya.

"Saya sudah 28 tahun menggunakan dan meresepkan bekatul," kata Letkol
(Purn.) dr. Yusuf Nursalim (79), dokter pensiunan TNI AD yang masih buka
praktik di Bandung. Karena keahliannya di bidang bekatul, sebagian
orang mengenalnya sebagai "dokter bekatul".

Awal tahun 1960-an, pria yang lebih dikenal sebagai dr. Liem ini banyak
membaca literatur tentang manfaat Vitamin B15 (asam pangamat) buat
kesehatan. Vitamin ini ditemukan oleh Dr. Ernst T. Krebs, ahli Biokimia
dari San Francisco, Amerika Serikat. Krebs kali pertama mengisolasi
vitamin itu dari biji aprikot. Tapi yang digunakan untuk penelitian bukan
vitamin alami dari tumbuhan, tapi sintetis (buatan).

Yang membuat Liem tertarik, Krebs menyebut vitamin ini banyak terdapat
di rice bran alias kulit ari beras atawa bekatul. "Di sini bekatul
รข€™kan melimpah," ujarnya. Berbekal pengetahuan itu, Liem yang waktu itu
telah berdinas sebagai tentara mencoba melakukan percobaan semi-ilmiah.
Mula-mula ia menjadikan dirinya sebagai "kelinci percobaan".

Selama sebulan, ia mengonsumsi bekatul sebagai makanan, seperti ayam.
Bekatul ia makan mentah, dicampur dengan susu atau teh. Pagi 20 g, malam
20 g. Dari percobaan itu, ia merasakan perubahan yang berarti. Badannya
lebih fit dan tak gampang lelah jika melakukan latihan fisik
ketentaraan. Buang air besar pun menjadi lebih lancar. Frekuensianya juga lebih
teratur, 1 - 2 kali sehari. Sebelumnya, ia biasa buang air besar dua
hari sekali.

Dengan maksud agar lebih objektif, ia lalu mencobakan bekatul pada 200
siswa Sekolah Calon Perwira TNI AD. Masing-masing siswa mendapat jatah
30 g bekatul sehari. Bekatul dikonsumsi dengan cara dicampur dengan air
dan gula kelapa. Selama 2,5 bulan kesehatan mereka terus dipantau.
Hasilnya tak beda jauh dengan apa yang dirasakan oleh Liem. Badan mereka
lebih fit, "acara ke belakang" lebih lancar. Tekanan darah dan kadar
kolesterol pun cenderung ke arah ideal. Yang unik, setelah percobaan
singkat ini, para siswa minta pemberian bekatul terus dilanjutkan. Akhirnya,
pemberian makanan tambahan ini pun diperpanjang delapan bulan lagi.

Aneka khasiat
Hasil penelitian itu membuat Liem semakin yakin dengan khasiat bekatul.
Sejak itu ia tak ragu lagi meresepkan buat pasiennya. Dalam meresepkan
bekatul, ia memperlakukannya sebagai makanan fungsional. Bekatul
dikonsumsi setiap hari seperti beras. Bukan sebagai "obat" yang dihentikan
ketika keluhan penyakitnya sudah hilang. Dalam meresepkannya, Liem punya
satu prinsip: apa pun jenis penyakitnya, obat dari dokter tetap harus
diminum.

Selama lebih dari seperempat abad menjadi dokter, ia mengaku telah tak
terhitung berapa kali meresepkan bekatul untuk aneka jenis penyakit. Ia
pernah tiga kali menangani pasien penderita basedov (pembesaran
kelenjar gondok akibat hiperfungsi tiroid). Kasus pertama terjadi pada seorang
ibu yang menderita penyakit itu selama lima tahun. Dari dokter
sebelumnya, si ibu mendapat dua obat, propil tiourasil (PTU) dan neomercasol.
Selama dua bulan minum obat itu, tumor kelenjar gondoknya tak juga
mengecil. Lalu dokter menyuruhnya menjalani operasi, tapi si ibu tidak
bersedia karena takut.

Oleh Liem, si ibu tetap disuruh minum kedua obat tersebut sambil
mengonsumsi bekatul setiap hari. Waktu itu Liem tidak menyangka tumor bakal
hilang. Ia tetap meminta si ibu bersiap-siap menjalani operasi. Di luar
dugaan, setelah makan bekatul selama tiga bulan, tumornya mengecil lalu
perlahan-lahan hilang. Liem juga beberapa kali menangani pasien
penderita penyakit jantung dengan bekatul. Salah satunya adalah suster
perawatnya sendiri yang mempunyai kelainan elektrokardiogram (EKG). Karena
bukan spesialis jantung, Liem merujuknya ke kardiologis. Pada saat
bersamaan, ia juga menyuruh suster perawat itu makan bekatul. Delapan bulan
kemudian, EKG-nya normal. Perubahan EKG ini pun di luar dugaan si ahli
kardiologi maupun Liem sendiri.

Dokter gaek ini juga pernah menangani kasus diabetes tipe-2 (tidak
tergantung insulin) dengan bekatul. Salah satu kasus dialami oleh seorang
insinyur yang, karena komplikasi diabetesnya, telah mengalami impotensi.
Buat Pak Insinyur, Liem meresepkan tiga hal: program diet,
glibenklamida satu tablet sehari, dan bekatul tiga kali sehari, masing-masing satu
sendok makan munjung, penuh.

Setelah beberapa bulan, kadar gula darah yang mulanya 400 mg/dl
berangsur-angsur normal. Gangguan impotensinya pun teratasi. Ia bisa "bergiat"
lagi dengan istrinya. Bahkan obat glibenkamida pun mulai bisa
ditinggalkan. Terapi yang dijalani tinggal program diet dan makan bekatul tiga
kali sehari, masing-masing dua sendok makan. Liem juga mengaku pernah
mencobakan bekatul pada penderita diabetes tipe-1 (yang tergantung
insulin). Hasilnya, setelah beberapa bulan, besarnya unit insulin yang
disuntikkan bisa dikurangi hingga separuhnya. Yang mulanya 40 unit menjadi 20
unit.

Banyaknya pasien yang membaik setelah mengonsumsi bekatul membuat Liem
semakin percaya dengan khasiatnya. Ia pun tak ragu meresepkan bekatul
pada penderita asma. Sebagaimana prinsipnya, ia tetap menganjurkan
pasien menggunakan obat-obat medis seperti aminofilin, steroid, adrenalin
injeksi, dan obat hisap (inhaler) jika dibutuhkan. Setelah beberapa bulan
makan bekatul, frekuensi asma pasiennya sedikit demi sedikit menurun.
Karena mengira asmanya sembuh, pasien kemudian menghentikan konsumsi
bekatul. Begitu bekatul disetop, asmanya kambuh lagi. Sejak itu, ia makan
bekatul lagi secara teratur.

Selain kasus-kasus di atas, Liem juga pernah meresepkan bekatul untuk
kasus hipertensi, koleseterol tinggi, jantung koroner, hingga kegemukan.

Membantu metabolisme
Secara jujur, Liem mengaku belum tahu bagaimana mekanisme detail
bekatul menyembuhkan penyakit-penyakit itu. Percobaan sederhana yang ia
lakukan juga tak sampai bisa menentukan kandungan bekatul mana yang punya
khasiat. "Secara ilmiah saya masih belum bisa menjelaskan mekanismenya,"
akunya. Namun, Liem menduga dan yakin, yang bertanggung jawab terhadap
semua efek farmakologis itu terutama adalah kandungan vitamin B15.

Secara umum, vitamin B15 membantu menyempurnakan proses metabolisme di
dalam tubuh. Vitamin ini diperlukan dalam proses metilasi untuk
pembentukan berbagai hormon, misalnya hormon steroid dan adrenalin. Mekanisme
inilah yang diduga bisa menjelaskan efek bekatul terhadap
gangguan-gangguan kesehatan tadi. Apa pun dan bagaimana pun mekanismenya, yang jelas
bekatul mengandung banyak zat gizi penting buat tubuh. Selain vitamin
B15, kulit ari beras juga mengandung vitamin B1, B2, B6, inositol,
fitat, asam ferulat, gama orizanol, fitosterol, tokotrienol, asam amino,
asam lemak tak jenuh, dan serat. Dr. Muchsin Doewes, dari Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Solo, pernah meneliti pengaruh bekatul
terhadap gangguan perlemakan hati.

Hasilnya, bekatul terbukti bisa mencegah timbulnya masalah liver ini.
Penelitian itu juga membuktikan bahwa efek bekatul lebih baik
dibandingkan dengan vitamin B15 tunggal. Ini diyakini karena bekatul, selain
mengandung asam pangamat, juga mengandung banyak zat gizi lain. Journal of
Urology pernah memuat penelitian efek bekatul terhadap gangguan
hiperkalsiuria (pembentukan endapan asam urat di saluran kemih). Hasilnya
lagi-lagi membuktikan keampuhan bekatul. Setelah para pasien yang diteliti
itu rutin mengonsumsi bekatul selama 1 - 3 tahun, dengan dosis dua kali
sehari, masing-masing 10 g, gangguan pembentukan asam urat secara
signifikan turun.

Dua penelitian itu hanya sebagian kecil dari berbagai penelitian yang
kebanyakan mengonfirmasi khasiat bekatul. Memang tidak semua masalah
kesehatan bisa diselesaikan dengan bekatul, namun Liem menjamin konsumsi
bekatul tetap berguna untuk menjaga kesehatan secara umum. Ia menjamin,
bekatul tak punya efek sampingan yang berarti. Yang pernah ia jumpai
hanya efek sampingan ringan seperti diare dan rasa mual.

Itu pun kasusnya jarang, biasanya terjadi pada hari-hari pertama. Yang
lebih penting, masalah-masalah ini bisa dihindari dengan cara membagi
dan memperkecil dosis. Dosis yang dianjurkan 30 g sehari. Agar enak dan
tak terasa enek, bekatul bisa diperlakukan seperti sereal. Boleh
dicampur dengan susu, air gula kelapa, teh, roti, atau yang lain.

Sebetulnya, cara terbaik mengonsumsi bekatul, menurut Liem, adalah
mengonsumsi beras yang masih mengandung kulit ari. Beras macam ini dikenal
sebagai beras pecah kulit (PK), dan bisa didapatkan di penggilingan
padi. Warna beras PK umumnya lebih cokelat dari beras biasa. Ketika
dimasak, beras ini juga lebih liat. Agar bisa pulen, ia harus dimasak lebih
lama dengan air lebih banyak.

Jika tak mau repot, kita bisa makan bekatul secara terpisah seperti
yang dipraktikkan Liem selama ini. Agar benar-benar bermanfaat, bekatul
harus dikonsumsi tiap hari dalam jangka panjang seperti ayam. Tak boleh
hangat-hangat tahi ayam.

Perlu Diayak Dulu
Sebelum menjadi beras, gabah melewati 2 - 3 tahap penggilingan. Proses
pertama hanya membuang sekam, menghasilkan beras pecah kulit (PK). Pada
tahap ini, beras PK masih bercampur dengan sekitar 12% gabah yang
sekamnya belum terkupas. Agar betul-betul bersih, beras campur gabah ini
masih harus masuk mesin penggilingan 1 - 2 kali lagi. Karena bolak-balik
digiling, lapisan kulit ari ikut terbuang menjadi dedak (campuran antara
bekatul dan sekam halus).

Agar bekatul terpisah dari sekam, dedak harus diayak lebih dulu.
Semakin halus ayakan, bekatul semakin terpisah. Sayangnya, semakin halus
ayakan, hasilnya pun semakin sedikit. Setelah diayak, bekatul ini siap
dikonsumsi sebagai makanan tambahan. Karena mengandung asam lemak tak
jenuh, bekatul bisa tengik selama masa penyimpanan. Supaya lebih tahan lama,
bekatul bisa disangrai lebih dulu untuk membunuh mikroba. Agar lebih
awet lagi, sebaiknya disimpan di lemari es. Meski begitu, bekatul tetap
tidak dianjurkan untuk disimpan lama-lama.

"Bekatul memang untuk dipakai segera seperti beras, bukan untuk
disimpan lama-lama," kata Liem yang juga memproduksi bekatul instan dengan
merek dagang namanya sendiri.

No comments:

Post a Comment